Sebuah malam, yang aku bahkan tak tahu mengapa terasa gerah dan panas, menjadi kawan ketika tetesan air mata mengusik mesin ketikku. Kalau aku di rumah, ibu akan bilang, ini pasti akan turun hujan. Sayangnya ibu jauh beratus-ratus kilometer dariku. Masih sibuk dengan malam yang dingin di sebuah kota kecil di pulau Jawa bagian timur.
Wahai kekasih, aku sedang dalam masa pingitan.
Aku sedang dalam masa pingitan. Teman hidupku masih belum bisa menemuiku. Aku tersekat ruang, jarak, dan waktu.
Aku sedang dalam masa pingitan. Pikiran sedang ditahan. Jiwaku dicuci. Ragaku diuji.
Aku sedang dalam masa pingitan. Mencoba mengendalikan keinginan yang membuai pikiran, yang menjegal keimanan, dan yang membelokkan harapan.
Aku sedang dalam masa pingitan. Semua yang terbayang indah-indah harus dilalui bersama kerikil yang menghujam telapak. Meski kecil, tapi lebih sakit dari batu besar.
Aku sedang dalam masa pingitan. Layaknya pualam, aku dicoba malam dan siang. Aku disanjung dingin dan panas. Aku disulut asam dan basa.
Aku sedang dalam masa pingitan. Mengiris bawang merah dan menggeprek lengkuas. Biar nanti kubuatkan opor ayam terenak kesukaanmu, kekasih.
Aku sedang dalam masa pingitan. Menyulam benang dan menjahit kain. Biar nanti kubuatkan beskap yang paling indah untukmu, kekasih.
Wahai kekasih, aku masih dalam masa pingitan.
Hujan turun. Mesin ketikku masih ada di hadapanku. Bersiul senang. Mungkin benar kata ibu, ketika hujan turun malam tak lagi terasa panas. Ibu masih jauh beratus-ratus kilometer dariku, masih membiarkanku dalam pingitan.
// November 2014